Ratna Sarumpaet ( Penulis, Sutradara Teater ) - Sanggar Seni Kobong

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Ratna Sarumpaet ( Penulis, Sutradara Teater )

Share This
Ratna Sarumpaet


Keberadaan panggung teater ditentukan oleh siapa yang berada di atasnya, di tangan Ratna Sarumpaet panggung teater kerap menjadi suatu ironi yang pahit. Namun begitulah adanya, dari sana kebenaran yang sesungguhnya diungkapkan dan borok tidak perlu ditutup-tutupi. Lahir dari keluarga akademisi hukum, Ratna Sarumpaet sejak muda telah menunjukkan keberpihakannya kepada masyarakat marjinal dan orang-orang yang tertindas. Perjuangan itu semakin menjadi nyata ketika di tengah perjalanan hidupnya ia memutuskan untuk menjadikan seni teater sebagai alat perjuangan, sekaligus media untuk menyampaikan bentuk protes yang jujur, bernas, dan apa adanya.

Kecintaan Ratna Sarumpaet terhadap dunia seni teater tidak begitu saja tumbuh dari dalam dirinya. Ditakdirkan sebagai mahasiswa arsitektur dan hukum Universitas Kristen Indonesia, tidak membuat dirinya puas. Pengaruh lingkungan serta menyaksikan begitu banyaknya ketidakadilan membulatkan tekad dalam dirinya untuk menjadikan kesenian sebagai alat perjuangan. “Saya mahasiswa terbaik arsitektur, waktu itu saya juga ambil hukum, tapi dua-duanya saya tidak puas. Saya memutuskan untuk cuti dan berusaha meyakinkan ayah saya. Waktu cuti itu Saya nonton pentasnya Bengkel Teater Rendra, dan ini yang menjadi pilihan Saya,” ungkap Ratna Sarumpaet ketika ditemui di sela-sela acara diskusi budaya di salah satu universitas di Jakarta.

Ketertarikan Ratna Sarumpaet kepada dunia seni pertunjukkan kemudian mendorongnya untuk belajar lebih dalam di Padepokan Bengkel Teater besutan Sastrawan WS Rendra. Meski hanya belajar dalam kurun waktu 10 bulan saja, Ratna Sarumpaet banyak mendapat ilmu dan sudah dipercaya ikut dalam berbagai pementasan Bengkel Teater Rendra. Baginya, Kasidah Barzanzi karya Rendra merupakan salah satu yang mendorong dirinya untuk lebih dalam mencintai dunia seni pertunjukkan khususnya seni teater. Lebih dari itu, Kasidah Barzanzi juga mampu menggugah siapapun yang menontonnya dan bisa menjadi media ekspresi yang baik pada saat itu.

Setelah sempat belajar di Padepokan Bengkel Teater Rendra dan bertemu dengan berbagai seniman lintas ilmu, pada 1974 Ratna sarumpaet muda kemudian membentuk kelompok teater dengan nama Satu Merah Panggung. Meski dirinya tidak memiliki latar belakang pendidikan seni serta tidak pernah kuliah seni teater, dan tidak pernah belajar menulis naskah maupun menjadi sutradara, namun Ratna Sarumpaet menganggap bahwa proses belajar yang baik adalah dengan mementaskan karya.

Dari berbagai pementasan yang digarapnya (seperti karya-karya Shakespeare dan Sophocles) itulah Ratna Sarumpaet akhirnya banyak belajar dunia seni pertunjukan. Namun dia menyadari, terlalu asyik dengan berbagai pementasan membuat dirinya bosan. Kemudian perlahan muncul kesadaran dalam diri Ratna Sarumpaet bahwa masih banyak yang harus dipersoalkan di negeri ini. “Adanya kasus Marsinah kemudian menggugah dan memaksa Saya untuk bisa menulis dan memantaskan itu,” kenang Ratna Sarumpaet.

Naskah Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah menjadi karya pertamanya yang lahir berdasarkan riset dan terjun langsung mencari duduk perkara yang jelas tentang kasus pembunuhan seorang buruh perempuan bernama Marsinah. Ratna sarumpaet mengakui tidak ada yang bisa membayangkan betapa ngerinya menceritakan kembali kasus Marsinah, seorang buruh yang ditembak kemaluannya hanya karena menuntut kenaikan upah 500 rupiah saja. Tidak hanya itu, Ratna Sarumpaet juga menceritakan betapa letihnya mementaskan dan mempertunjukkan suatu kebenaran di negeri ini pada saat itu. Saat dimana pemerintahan orde baru kerap mengkerdilkan berbagai pementasan seni, serta kebebasan berpendapat dipasung dan dilabeli sebagai pemberontak.

Meski dirasa pahit karena harus mendapat berbagai intimidasi dari berbagai pihak, Ratna Sarumpaet tetap teguh menyuarakan bentuk protesnya melalui pementasan teater. Besarnya pengaruh naskah teater tersebut bagi pergerakan buruh di dalam maupun di luar negeri kemudian menjadikan Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah sebagai sesuatu yang kini wajib dipentaskan setiap peringatan May Day.   Karenanya, wajar bila banyak aktivis perempuan yang menganggap satu karya tentang Marsinah yang dipentaskan lebih mempunyai efek yang panjang dibandingkan dengan 100 makalah ilmiah yang berbicara tentang perempuan Indonesia.

Lahirnya naskah Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah sekaligus menjadi titik tolak bagi Ratna Sarumpaet untuk melahirkan karya-karya lain berupa kumpulan cerpen, film, dan naskah teater. Bersama teater Satu Merah Panggung, Ratna Sarumpaet sudah mementaskan berbagai karya antara lain, Terpasung, Pesta Terakhir, lanjutan dari kisah Marsinah yaitu Marsinah Menggugat, Alia: Luka Serambi Mekah, Anak-anak Kegelapan, Pelacur dan sang Presiden, dan yang terakhir Titik Terang: Sidang Rakyat Dimulai.

Setelah vakum 7 tahun, di tahun 2013, Satu Merah Panggung mementaskan Titik Terang: Sidang Rakyat Dimulai. Pementasan tersebut menjadi akumulasi dan klimaks dari rasa kekecewaan Ratna Sarumpaet terhadap penegakkan HAM di negeri ini. Banyak kalangan yang menganggap pementasan Titik Terang merupakan masterpiece Ratna Sarumpaet, mengingat semua yang Ratna Sarumpaet persoalkan di naskah-naskah terdahulu sudah menjadi satu di naskah ini. Dalam naskah ini tergambar kondisi keterpurukan Indonesia dan menjelaskan jika negara ini masih mengalami berbagai intervensi dari pihak asing.

Selain itu pementasan Titik Terang juga makin mengukuhkan Ratna Sarumpaet yang tidak pernah bermanis-manis dengan metafora di dalam karya-karyanya. Baginya, seni teater bukanlah jalan menikmati sensasi keindahan belaka, lebih dari itu, seni teater merupakan gugatan dari ketimpangan yang hadir di sekitar kita. Bagi Ratna Sarumpaet yang terpenting dan masyarakat harus tahu adalah penggarapan pementasan Titik Terang tidak hanya mengandalkan imajinasi, karena juga harus mempertimbangkan riset langsung dari data forensik BPK.

Semangat Muda yang Tidak Pernah Mati
 
Meninggalkan kuliah tentu menggariskan luka di hati orang tua, namun Ratna Sarumpaet berusaha kuat membuktikan kepada ayahnya dengan apa yang dilakukannya kemudian. Bagi Ratna Sarumpaet, apa yang dilakukannya dalam hidup semua berangkat dari keyakinan, karena keyakinanlah yang mengajarkan dan mengarahkan semua orang untuk hidup lebih berguna. Makna berguna tidak akan menjadi sempit jika setiap orang melakukan sesuatu demi orang lain, demi negara dan demi martabat bangsanya.

Sebagai salah satu tokoh sastra yang juga aktivis perempuan, Ratna Sarumpaet menyadari kini perempuan Indonesia sudah makin maju dan hebat. Hampir di semua bidang, tokoh perempuan muncul dan tampil, baik di bidang kesusasteraan, ekonomi, budaya, apalagi politik. Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa saat ini masih terjadi kekerasaan terhadap perempuan, masih ada puluhan ribu tenaga kerja perempuan yang terkatung-katung di negeri orang. Hal inilah yang kemudian mengusik hati kecil Ratna Sarumpaet tentang arti penting untuk peduli terhadap sesama, terlebih itu perempuan dari bangsa dan negara sendiri, karena baginya menjadi pintar harus bisa menolong orang lain.

Ratna Sarumpaet juga tidak pernah lelah mengingatkan generasi muda dan penerus bangsa ini untuk selalu menanamkan semangat muda di dalam diri. Setiap pemuda punya kewajiban untuk mengontrol politik yang melukai kebudayaan Indonesia, sebab melukai kebudayaan berarti melukai masyarakat. Baginya, menjadi omong kosong jika membicarakan pembangunan kesenian dan kebudayaan sementara hak-hak hidup masyarakatnya masih terenggut. Hal terpenting bagi Ratna Sarumpaet sekarang adalah, bagaimana generasai muda saat ini mempunyai keberanian mengungkapkan apa yang ingin mereka ucapkan, berani untuk menyampaikan kebenaran. [AhmadIbo/IndonesiaKaya]
http://www.indonesiakaya.com/tokoh/detail/ratna_sarumpaet 

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages